IPOL.ID – Usai dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto, Senin (21/10), Yusril sempat mengatakan bahwa peristiwa kekerasan pada 1998 tidak termasuk kategori pelanggaran HAM berat. Menurut Yusril, ketika itu, tidak semua kejahatan HAM bisa disebut sebagai pelanggaran HAM berat. Pernyataannya tersebut menyulut kecaman.
Tak lama kemudian, Yusril yang terkejut membantah mengatakan itu. Kepada para wartawan ia mengklarifikasi pernyataannya sebelumnya dan mengklaim bahwa ia tidak mendengar jelas pertanyaan media terkait peristiwa 1998, sehingga tanggapannya dipahami secara keliru.
“Kemarin tidak begitu jelas apa yang ditanyakan kepada saya, apakah terkait masalah genocide ataukah ethnic cleansing? Kalau memang dua poin itu yang ditanyakan, memang tidak terjadi pada waktu 1998,” ungkapnya ketika ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin (22/10).
Yusril mengaku cukup paham terhadap pengadilan HAM, karena ia sendiri yang mengajukan UU Pengadilan HAM kepada DPR , dan juga memahami hal apa saja yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat. Meski begitu, katanya, pemerintha akan mengkaji semua hal yang terkait dengan peristiwa 1998, termasuk temuan dari tim yang telah dibentuk oleh pemerintahan terdahulu dan rekomendasi dari Komnas HAM.
“Saya akan komunikasikan nanti dan koordinasikan dengan Pak Natalius Pigai (Menteri HAM) untuk menelaah dan mempelajari berbagai rekomendasi tentang pelanggaran-pelanggaran HAM berat di masa lalu. Dan bagaimana sikap pemerintah kita ke depan. Itu sesuatu yang perlu kita bahas dan kita koordinasikan bersama-sama,” jelasnya.
Yusril mengklaim pemerintah di bawah kepemimpinan Prabowo memiliki komitmen yang teguh dalam melaksanakan hukum dan keadilan serta menjunjung tinggi HAM baik yang dirumuskan oleh PBB maupun yang termaktub dalam semua peraturan perundang-undangan dan konstitusi di Indonesia.
Masyarakat, katanya, tidak perlu khawatir karena pemerintahan saat ini memiliki komitmen untuk menegakkan masalah-masalah HAM, terlebih pada masa di mana Yusril menyaksikannya secara langsung.
“Tahun ’98 itu saya ada di Jakarta, ada di sini, di tempat ini dan menyaksikan apa yang sebenarnya terjadi. Dan pada awal-awal itu saya juga menjadi Menteri Kehakiman dan HAM. Jadi cukup mengerti tentang persoalan ini dan itu menjadi concern kita bersama-sama ya. Jadi jangan ada anggapan bahwa kita tidak peduli apa yang terjadi di masa lalu. Tetap, itu mungkin agak misunderstanding terhadap apa yang dikatakan kemarin ya,” tegasnya.
Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan, pihaknya selalu mendorong pemerintah untuk berkomitmen dalam menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM terkait dengan pelanggaran HAM berat masa lalu. Menurutnya, komitmen pemerintah bisa dalam bentuk penuntasan melalui penegakan hukum dan memastikan pemulihan baik bagi korban maupun keluarga korban.
“Penting juga saya kira mengambil inisiatif untuk melakukan memorialisasi, untuk memori kolektif bangsa ini terkait dengan pelanggaran HAM masa lalu. Selain itu juga mendorong agar tidak terjadinya keberulangan peristiwa serupa di masa mendatang. Itu yang ingin didorong oleh Komnas HAM untuk pemerintah ke depan,” ungkap Anis.
Anis kembali menegaskan bahwa tragedi 1998 masuk ke dalam kategori pelanggaran HAM berat. Hal tersebut berdasarkan penyelidikan yang telah dilakukan oleh Komnas HAM pada tahun 2003.


