IPOL.ID – Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak di Tahun 2024 yang awalnya ditujukan masyarakat bisa mendapatkan sosok pemimpin berkompeten, dapat menyejahterakan warga masyarakat dan pemerataan pembangunan, masih jauh dari harapan serta dinilai tidak sejalan dengan pelaksanaannya.
Hal tersebut dinilai oleh Direktur Eksekutif Institut Kajian Pertahanan dan Intelijen Indonesia yang juga mantan anggota Tim Mawar Kopassus, Fauka Noor Farid.
Menurut Fauka, pelaksanaan Pilkada yang ada sekarang justru lebih banyak merugikan masyarakat sehingga lebih tepat dihapuskan.
Dalam hal pelaksanaan, Pilkada untuk memilih Gubernur, Walikota, dan Bupati dinilai justru diselewengkan untuk menciptakan politik dinasti bagi satu kelompok saja.
“Hari ini ayahnya besok anaknya, atau istrinya. Banyak ada celah dalam pelaksanaan Pilkada ini yang justru menciptakan politik dinasti,” tutur Fauka pada awak media di Jakarta, pada Jumat (19/7/2024).
Dikatakan Fauka, bukan tanpa sebab, ketika Pilkada berlangsung maka pihak yang paling diuntungkan adalah pemangku jabatan sebelumnya yang mengetahui seluk beluk pemerintahan.
Mulai dari proses perizinan melakukan kampanye pada aset pemerintah daerah yang dimudahkan, domplengan popularitas agar dikenal masyarakat, hingga pengaruh relasi kuasa.
Masyarakat yang konon memiliki pilihan menentukan pemimpin justru dipaksa untuk memilih sosok pemimpin tertentu karena pengaruh kekuasaan dari kepala daerah yang sebelumnya.
“Hal yang lebih buruknya pilihan yang dipaksakan ke masyarakat itu sosok tidak kompeten. Karena bisa maju di Pilkada lewat kekuatan politik dinasti, bukan karena dia cakap,” katanya.
Fauka mengatakan, selain dinasti politik, pelaksanaan Pilkada juga lebih berisiko membuka peluang korupsi, karena para kandidat harus memiliki dompet tebal untuk mengikuti kontestasi.


