Dalam laporan PBB, dunia diperkirakan telah menyia-nyiakan 1,05 miliar metrik ton makanan di 2022. Artinya, sekitar seperlima dari makanan yang tersedia bagi masyarakat disia-siakan oleh rumah tangga, restoran, dan bagian lain dari sektor layanan makanan dan ritel.
Melansir CNN, Kamis (25/3/2024), jumlah tersebut melebihi persentase makanan dunia yang hilang seiring perjalanannya dari pertanian ke makanan yang mencapai 13%. Secara total, sekitar sepertiga dari seluruh makanan terbuang selama proses produksi.
Angka-angka limbah ini sangat mencolok jika dibandingkan dengan temuan laporan yang menyatakan bahwa sekitar sepertiga populasi dunia menghadapi kerawanan pangan dan 783 juta orang terkena dampak kelaparan.
Statistik mengejutkan tersebut, diterbitkan dalam Laporan Indeks Limbah Makanan Program Lingkungan PBB (UNEP) 2024 pada Rabu kemarin. Direktur UNEP Inger Andersen mengatakan, hal ini menimbulkan pertanyaan tentang kemampuan dunia untuk mendistribusikan makanan yang dihasilkannya dan menyoroti peran limbah makanan sebagai pendorong perubahan iklim.
“Sampah makanan adalah tragedi global. Jutaan orang akan kelaparan hari ini karena makanan terbuang sia-sia di seluruh dunia,” kata Andersen.
“Hal ini tidak hanya merupakan masalah pembangunan yang besar, namun dampak dari limbah yang tidak perlu juga menyebabkan kerugian besar terhadap iklim dan alam,” sambungnya.
Laporan tersebut membedakan antara kehilangan makanan dan sampah makanan. Kehilangan makanan diartikan sebagai makanan yang dibuang pada awal rantai pasokan, misalnya sayuran yang membusuk di ladang, dan daging yang rusak jika tidak disimpan di lemari es. Sedangkan sampah makanan yaitu makanan yang dibuang oleh rumah tangga, restoran, dan toko.
Disebutkan dalam laporan tersebut, Rumah tangga membuang 631 juta metrik ton makanan pada tahun 2022, 60% dari total, sementara sektor jasa makanan menyumbang 28% dari sampah dan ritel 12%. “Rata-rata orang membuang 79 kilogram makanan setiap tahunnya, yang berarti setidaknya satu miliar porsi makanan terbuang per hari di rumah tangga,” bunyi temuan laporan tersebut.
Di sisi lain, meskipun pengumpulan data telah meningkat, dengan jumlah titik data di tingkat rumah tangga hampir dua kali lipat sejak laporan limbah makanan PBB 2021, lembaga ini mengkritik negara-negara yang melakukan pemantauan yang tidak merata.
Hanya 21 negara yang memasukkan kehilangan dan limbah pangan ke dalam rencana iklim nasional mereka. Padahal, terdapat fakta bahwa hal tersebut menghasilkan 8% hingga 10% emisi global yang menyebabkan pemanasan global – hampir lima kali lebih banyak dibandingkan emisi dari sektor penerbangan. (wilsonlumi)


