Dangdut Koplo dan Poco-Poco Goyang Warga Pittsburgh di AS

Timur
9 Min Read
Foto: Indonesians in Pittsburgh.

“Ini adalah pengalaman yang sangat luar biasa bagi kami semua, anak-anak saya, dan bentuk hubungan yang lebih dalam dengan budaya Indonesia,” tambah pria penggemar pempek ini.

Warga Asing Goyang “Poco-poco”

Acara “Delightful Indonesia” diakhiri dengan alunan lagu “Kopi Dangdut” setelah sebelumnya juga mengajak para pengunjung menari poco-poco bersama. Sungguh mengharukan bagi Janni Morales ketika melihat antusiasme pengunjung yang ikut bergoyang.

“Mengesankan, karena lapangan itu ya, (di) depan stage itu penuh dengan orang-orang. Campur itu komunitas internasional dan juga maksudnya orang sini juga, semua itu berpoco-poco bersama, sampai lagunya itu ditambah-tambah empat kali,” cerita Janni.

Tari poco-poco yang menurut Janni mirip dengan line dance di Amerika Serikat berhasil mengundang warga untuk turut berpartisipasi.

“Ada kesamaan, seperti itu. Mereka merasa jadi melting gitu. Nampaknya begitu harmonis,” tambah Janni.

Promosi Indonesia di AS

Walau tahun ini kepanitiaan dari komunitas Indonesia di festival World Square cukup ramping, Janni mengatakan acaranya sukses. Diaspora Indonesia di Pittsburgh ikut sibuk membantu menyukseskan acara.

Salah satunya Lia Kencanasari yang menjadi donor makanan untuk tim logistik.

“Kebetulan Lia senang memasak. Jadi bisa membantu menyediakan makanan bagi panitia untuk sekadar memberi semangat saja. Lia dan juga suami merasa bangga sekali dengan penampilan budaya kita di World Square. Selain itu, menurut Lia, sudah kewajiban kita sebagai orang Indonesia untuk turut memajukan setiap acara yang mempromosikan budaya kita,” ujarnya kepada VOA.

Untuk kedepannya, Lia ingin berpartisipasi lagi dengan menyediakan pakaian-pakaian tradisional tanah air yang bisa digunakan untuk ajang fashion show.

Menurut Janni, partisipasi komunitas Indonesia di Pittsburgh dalam acara-acara internasional seperti ini telah mendatangkan dampak yang positif, termasuk undangan dari walikota setempat, khususnya dari kantor urusan imigrasi dan pengungsi.

“Nampaknya kita itu semakin dikenal,” ujar Janni. “Saya mendapat beberapa permintaan untuk menampilkan budaya kita dalam acara yang lain. Ada beberapa nih, sehingga saya menanyakan ke para penampil, apakah mereka bersedia, karena ini sudah mulai musim liburan,” tambahnya.

Walau awalnya tak pernah terpikir untuk bisa ikut mempromosikan kebudayaan Indonesia di Amerika, Prabu Slamet mengatakan sungguh penting untuk bisa memperkenalkannya dalam acara-acara seperti festival World Square, mengingat banyak sekali kebudayaan yang ada di tanah air. Ia mengaku beruntung bisa mendapat kesempatan seperti ini.

“Orang sini banyak yang kurang mengetahui tentang Indonesia ya. Kebanyakan tahu mereka Bali dan enggak tahu kalau Bali itu bagian dari Indonesia,” jelasnya.

“Semoga untuk tahun depannya, kita bisa tampil lagi, dan juga kita akan mencoba untuk tampil-tampil di daerah yang lain, di state yang lain, mungkin dalam acara bazaar di Washington, D.C. Ya, kita ada rencana untuk main ke sana juga supaya musik koplo lebih di kenal di Amerika,” tambahnya.

Seperti Prabu Slamet, bagi Myra, festival World Square sungguh bermakna karena ia bisa “menampilkan budaya tanah air ke warga internasional.”

“Saya dapat memperkenalkan dan mempromosikan kekayaan budaya Indonesia, khususnya budaya Bali,” jelasnya.

Bagi Erwin Slater, bisa menghadiri acara seperti ini di Pittsburgh merupakan kesempatan berharga, khususnya ketika bisa bertemu “orang-orang dari warisan yang sama.” Ia berencana mengajak keluarganya untuk menghadiri acara-acara yang ke depannya akan diselenggarakan oleh komunitas Indonesia di Pittburgh.

Janni Morales berharap bisa membentuk lembaga nonprofit yang beranggotakan komunitas Indonesia agar dapat lebih berpartisipasi dengan pemerintah daerah Pittsburgh. (tim/voa)

Share This Article