“Ini akan menyebabkan Transjakarta menjadi ambiguity dan memiliki standar ganda yang bisa menjadi tidak adil dalam melaksanakan tugasnya,” terang Djoko.
Hal itu disebabkan, karena satu pihak Transjakarta menjadi pengawas dan penegak aturan pelayanan. Sedangkan dipihak lainnya perusahaan transportasi itu sebagai operator yang harus mencari keuntungan.
“Sebagai operator, dengan memberi prioritas lebih (untuk peluang keuntungan, misalnya dengan menempatkan armadanya pada rute yang panjang) dan lebih toleran (lebih kendor) terhadap aturan yang ada,” sambung Djoko.
Dampak lainnya lanjut Djoko, dari kebijakan itu, organisasi Transjakarta menjadi besar yang otomatis akan menambah sumber daya manusia serta menambah anggaran. (rob)


