IPOL.ID – Tim penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung diminta mengusut perkara dugaan korupsi PT Asabri secara komprehensif dan jeli. Terutama dalam menutup jumlah kerugian negara dengan menyita sejumlah aset yang diduga hasil korupsi.
Diketahui, penyidik Kejagung belum lama kembali menetapkan empat tersangka baru korupsi pada perusahaan pelat merah itu. Mereka yakni, Teddy Tjokrosaputro adik Benny Tjokrosaputro; mantan Direktur Ortos Holding, Edward Seky Soerjadjaya; mantan Komisaris Utama PT Sinergi Millenium Sekuritas, Bety Halim; dan Komisaris PT Sekawan Inti Pratama, Rennier Abdul Rachman Latief.
Tim penyidik pun gencar memburu sejumlah aset milik tersangka ini guna menutupi jumlah kerugian negara dalam kasus Asabri yang jumlahnya mencapai Rp22 triliun lebih.
Sementara itu, sejumlah mitra tersangka lain yang juga diduga turut menjadi aktor dan merupakan pemilik saham yang turut bertransaksi secara langsung ke Asabri hingga saat ini belum tersentuh secara hukum.
Padahal saham mereka sampai hari ini diduga masih bertengger di Asabri, bahkan melebihi batas ketentuan kepemilikan saham yaitu diatas 5%. Dan diduga kuat mereka ikut menikmati hasil korupsi PT Asabri.
“Kalau mau komprehensif angkat saja perbuatannya. Siapa saja yang terlibat libas saja semuanya dong,” kata Pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Muzakir saat dihubungi wartawan di Jakarta, Rabu (6/10)
Karena itu, para pihak yang diduga memiliki keterkaitan dan keterlibatan dengan perkara Asabri harus diperiksa. Sehingga dengan keterangan saksi tersebut akan terang perbuatan melanggar hukumnya.
“Itu semua mesti diperiksa dengan tujuan untuk memastikan apakah terperiksa adalah pelaku atau bukan,” ujar Muzakir menambahkan.
Dikatakannya, jika penyidik di gedung bundar berkesimpulan terperiksa diduga bukan pelaku kejahatan, tentu saja asetnya tidak bisa disita.
Jika penyidik telah melakukan pemeriksaan kepada para semua saksi kata Muzakir, baru mereka melakukan proses penyitaan aset. Dan penyitaan ada dua. Pertama adalah aset merupakan hasil dari tindak pidana dan kedua aset bukan dari tindak pidana.
“Jika aset hasil tindak pidana disita demi untuk pembuktian tindak pidana. Dan kalau aset bukan hasil tindak pidana untuk kepentingan pemulihan kerugian keuangan negara,” tandas Muzakir.


